Kenapa harus serius-serius, sih?

128
Why so serious? Let’s put a smile on that face! -Joker

Kenapa harus serius sekali menjalani hidup? Ngga bisa santai dikit? Kalau aku sih bisa. Kamu belum tentu. Kesantaian seseorang itu terbentuk oleh lingkungan; keluarga, pergaulan, bacaan, tontonan, dll.

Kesantaian aku entah menurun dari siapa, bapak jarang banget ngomong, apalagi buat bercanda. Kalau ibu lebih parah lagi, selalu serius dan super galak. Mungkin saja dari tokoh fiksi dari beberapa novel yang aku baca, mungkin saja.

Aku santai bukan karena ngga bisa serius dan ngga tahu apa itu keseriusan, ya. Tapi mau aja menemukan sisi lucu dari setiap masalah hidup.

Bukan berarti setiap masalah, kecil atau besar, aku tertawakan. Sangat tidak sopan kalau begitu.

Tapi hidup itu kan sudah berat, jadi kenapa harus menambah beban lagi di pikiran? ngga semuanya lah harus diseriusin, apalagi sampai dibawa pusing. Kita harus punya standar yang baik tentang sesuatu untuk diseriusin, biar ngga cepet tua.

Memang, Kita tetap harus menyelesaikan setiap masalah yang mampu kita selesaikan. Tapi kita juga terkadang perlu memberi sedikit distraksi yang mungkin bisa menjadi hiburan agar kita tetap fokus dalam mencari penyelesaian.

Temanku beberapa kali ngomong kalau aku ini nggak bisa serius, bercanda terus; dan pernah aku sampai ditegur olehnya karena tersinggung. Aku langsung mikir apakah bercandaan aku keterlaluan? Tidak, ah. Tapi ia perempuan, aku laki-laki. Perempuan inginnya lebih serius. Oke, mengerti! Xixixi.

Saking kesalnya, temanku ini sampai membawa-bawa persoalan gender; mempertanyakan kelelakian aku.

Waduh, kok jadi merembet ke situ.. jelas aku laki-laki tulen, dong.

"Bukan itu maksudku," kata dia. "Aku amatin kamu tuh kayak kurang lakik gitu, lho. Cengengesan terus. Nggak ada tegas-tegasnya." Ya ampun.

Aku anggap omongan temanku itu sebagai vitamin, yang punya efek samping. Mungkin aku jadi sehat, tapi juga demam. Mungkin aku sedang memproses. Tubuh dan jiwa aku merespon tuduhan dan tuntutan tanpa ampun itu.

Kepala dan hati mencoba bekerja sama. Berbenturan.

Aku minum obat. nggak cepat sembuh seperti biasanya. Yang sakit rupanya hati, bukan badan. Ah, aku yakin aku masih bisa bercanda.

Tunggu saja.