Apa yang akan kamu lakukan?
“Apa yang akan kamu lakukan, kalo membunuh seseorang tanpa disengaja?” Seketika kami menghentikan tawa. Ebot mengisi lagi bir di gelasku yang mulai surut. “ini serius! coba kalian pikirkan. Bagaimana jika kita, tiba-tiba aja, membunuh seseorang. Anggap saja karena pertengkaran.” Selesai di kalimat terakhir Ebot menyambar gelasnya.
*****
Malam itu kami berkumpul di sebuah bar yang cukup favorit. Belakangan Aku, Ebot, Kira, dan Mifi cukup sulit meluangkan waktu bersama. Sejak lulus, Kira pulang kampung meneruskan usaha barbershop orang tuanya. Begitu juga Mifi, dia lebih banyak aktif di Organisasi di kota kelahirannya. Hanya aku dan Ebot yang masih di kota ini, meski demikian kita pun jarang bertemu. Aku disibukkan oleh target dari kantor setiap minggunya, sedangkan Ebot kesana kemari mengerjakan Event sebagai EO.
Kali itu dengan kesempatan yang langka kami berkumpul. Kami sepakat pesan satu tower besar bir bintang, beberapa cemilan dan satu teko Long Island. Ya, minuman jenis cocktail, campuran Cola, lemon tea, sedikit vodka, whisky, Rum, Tequila dan Gin, untuk “tarikan”. Sambil pesan tiba-tiba Ebot menghentikan kami yang sedang membuka dompet masing-masig.” Aku yang bayar, Cuan event kemarin lebihnya Gede. Hahaha”. Kita hanya tertawa sambal berterimakasih karena dana kenakalan bisa kembali kami simpan. Tanpa berpikir malam akan panjang, tak mungkin haya satu kali pesan .
hampir satu jam pembicaraan kami kesana kemari mulai dari kesibukan, kerjaan, pemerintahan, akhirnya pertanyaan konyol itu keluar dari mulut Ebot. Memang itu bukan kali pertama, tapi ini cukup mengagetkan setelah 4 tahunan kita tidak pernah bersama. Sedari kuliah Ebot, dan Mifi terbilang lebih liar dari aku dan Kira secara gagasan. Mungkin karena pergaulan mereka dengan teman-temannya di jurusan sastra dan seni.
Aku yang kuliah di jurusan administrasi seringkali merasa kewalahan meladeni pembicaraannya. Namun karna kami terus bersama terlebih untuk urusan hura-hura akhirnya hal-hal seperti itu menjadi pemakluman tersendiri untukku.
“Mau aku cincang aja, terus dikubur diam-diam, atau aku goreng, aku masak sekalian.” Kira menjawab dengan enteng pertanyaan Ebot. Seolah tak dibebani apa pun, kemudian meneguk bir di gelasnya.
“klasik sekali! Mau dikubur dimana? Di dalam rumah, di tembok?” kami tertawa mendengan jawaban Kira.
“kamu tidak kreatif! cara itu udah banyak dilakukan dan selalu gagal menyimpan rahasia.” Mifi meneruskan tawanya sambil mencari-cari pemantik untuk rokoknya.
“Aku tidak bisa membayangkan kita saling bunuh, bahkan dalam keadaan paling mabuk sekalipun.” Aku menyerah.
“Ayolah, coba sesekali kita berimajinasi. sekedar untuk seru seruan, kita ini kan gak mungkin membunuh orang!” Ebot tampak sangat serus dan bernafsu.
“ya betul juga, aku udah jarang membicarakan omong kosong kaya gini. Hahahahah” Mifi tampak ingin melanjutkan permainan yang Ebot buka.
Aku hanya sesekali berpendapat dalam obrolan mereka, Kira, Ebot, dan Mifi begitu asik, aku hanya ikut tertawa jika ada pernyataan konyol dari mereka bertiga.
Hampir tengah malam, suasana akhir pekan semakin berisik. Musik disokong sound system dengan suara berdentum seakan memukul-mukul dada pengunjung. Cahaya lampu yang redup membuat kami tak hirau dengan pengunjung lain kecuali gadis-gadis yang sesekali melintas dekat tempat kami membicarakan kematian yang rumit.
sementara aku asik menikmati bir dan cocktail, mereka bertiga terus mencari jawaban atas kematian yang iseng itu. Banyak modus dan metode pembunuhan juga usaha penyelamatan diri ditawarkan Kira atau Mifi. Tapi semua ditolak Ebot mentah-mentah meski beberapa di-iya-kan beberapa saat sebelum akhirnya dibantah oleh seseorang lainnya.
Hanya sesekali pendiskusian teralihkan pada wanita-wanita yang memberi senyum diantara temaran lampu dan musik yang semakin mengeras. Kemudian kami kembali pada topikn pembicaraan yang sangat jauh, dan memusingkan untuk sebuah keisengan.
Tengah malam kami lewati beberapa menit lalu. Dua jam lagi bar harus bubar sesuai peraturan. Tapi musik semakin keras. Beberapa orang mulai tampak sempoyongan keluar masuk kamar kecil. Aku sendiri sudah mulai merasa mabuk. Tower yang kami pesan sudah diangkut pelayan berganti dengan botol-botol bir kecil dan hanya milikku yang masih sisa setengah. Yang lainnya habis.
Ebot kembali memanggil pelayan dan meminta mengantarkan tiga botol bir lagi untuk meja kami. segera aku habiskan sisa bir yang hanya ada di botolku. Pandanganku makin terasa kabur. Tubuhku lemas. Kini aku tak acuh dengan diskusi pembunuhan Ebot, Kira dan Mifi. Sesekali aku tertawa melihat wajah Ebot yang serius dengan percakapannya. Entahlah, mereka sudah mabuk atau belum. Tapi Ebot mulai menelisik kulitnya yang mirip orang tionghoa. Setiap kali Ebot minum, kulitnya menjadi merah. Bukan hanya wajah, tapi tangan dan perutnya. Sekali waktu ia akan merasa gatal se-badan jika tidak cocok dengan minumannya.
Tak lama pelayan datang menghampiri meja kami. Bukan hanya tiga botol bir saja yang dia bawa, ada dua botol lagi diantaranya. botol berukuran lebih pendek dari botol bir. Desainnya lebih mewah. Sebotol Gin 600 ml ku taksir. Juga sebotol minuman lainnya, untuk campuran. Rasa buah ceri, dengan kandungan alkohol lebih rendah dari bir. Kami dapat bonus dari Bar.
“aku pikir, digantung lebih aman! aku akan menggantungnya seakan-akan dia bunuh diri” Ebot sangat serius mengatakan hal itu sambil menyodorkan gelas berisi campuran Gin yang baru diantarkan tadi kepada Kira yang telah terkulai di kursinya. Dia sodorkan juga padaku yang sedari tadi terkulai tanpa bicara, kecuali menertawakan mereka.
Kemudian Ebot menghabiskan yang tersisa. Mataku kabur. Aku mulai sulit mengontrol tubuh. Aku lemas. Tapi aku melihat keseriusan di wajah Ebot. Di setiap kata-katanya. Apa yang mereka bicarakan masih jelas ku dengar.
“bagaimana mungkin kau menggantung orang itu, bisa aja kau menusuk, iya kan!” Mifi meyakinkan Ebot. Alasan Ebot sama ngawurnya. Aku ikut tertawa. “bener Bot, itu hanya mungkin jika kau bunuh orang itu dengan mencekik, atau membentur kepalanya dengan kayu. Itu juga mungkin Bot, mungkin”. Aku tak tahan ingin tertawa setelah selesai ikut menyudutkan Ebot. Samar-samar aku melihat Kira membuat gestur setuju denganku. Ebot menegak panjang Birnya. “ini cukup logis, untuk konteks pembunuhan yang dilakukan tanpa perencanaan dan tanpa kesengajaan”. Mifi mengerutkan dahinya. Kira hirup Rokoknya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan sebelum ia mengambil lagi botol birnya. Kira menegaknya panjang. “kalian bayangkan. Orang yang bertengkar tiba-tiba, dan tidak berniat membunuh, mungkin hanya akan bisa mencekik atau membenturkan kepala lawannya, itu pun tanpa sengaja. Jadi sangat logis jika aku akan akan menggantung mayatnya.” Entah memang jawaban Ebot yang masuk di akal atau aku yang sudah terlalu mabuk untuk bisa berfikir.
Sedari dulu aku memang tidak cukup kuat minum banyak. Apalagi jika harus dipaksa berfikir, terlebih hal konyol seperti ini. aku mulai merasa berat di kepala. Pandanganku semakin runyam, tapi telingaku masih cukup berfungsi dengan baik.
“Tapi persoalan gak berhenti Ebot, ada satu nyawa hilang dan polisi akan turut campur bahkan dalam sebuah percobaan bunuh diri. Bagaimana dengan hasil otopsi atau pisum? tetap ada perbedaan antara cekikan dan jeratan tali, apalagi benturan!”. Entah siapa bicara. “Aku tidak akan membiarkan otopsi atau pisum dilakukan. yang sudah mati. ya matilah, orangnya sudah berkehendak mati dan berhasil mati, apalagi!” Ebot menjawab panjang sekali dengan cepat. Aku sudah tidak bisa lagi memperhatikan omong kosong yang mereka bicarakan. aku masih bisa mendengar Ebot menaikan nada bicaranya. Begitupun Kira yang tidak mau kalah. Kepalaku semakin berat. Aku tinggalkan mereka ke kamar kecil, aku mau muntah. langkahku sudah tidak stabil. Begitu aku berdiri beberapa kali aku akan terjatuh. Aku sempat mendengarkan olokan Mifi dan Ebot, sebelum kemudian bertaya kemana aku akan pergi. Aku jawab sekenanya.
Demi Tuhan aku masih ingat sampai saat itu, bahkan masuk ke dalam kamar kecil pun aku masih ingat. Aku masih ingat bagaimana aku pukul perutku untuk mengeluarkan isi perut. Setelah itu entahlah, aku tak begitu yakin dengan apa yang jadi.
*****
Aku tidak ingat apa-apa. Mungkin aku bermimpi. Percakapan tentang pembunuhan itu terus berputar di kepalaku. Entah berapa kali aku mengeluarkan isi perutku aku tidak ingat. Sementara itu samar-samar aku dengar benda terjatuh sangat keras. Aku tidak ingat sedang berada dimana. Yang aku ingat hanya terakhir kali aku pergi ke kamar kecil di bar dan berusaha mengeluarkan isi perutku. Kini aku hanya rasakan bumi berputar.
Aku tak bisa bangun kepalaku berat. mungkin aku minum terlalu banyak. Ketika aku sadar matahari sudah merambat dari celah jendela yang tak tertutup rapat gondennya. Aku di rumah kontrakan. Kepalaku masih sedikit berat. Aku merasa bibir dan tenggorokanku kering juga sedikit lapar, mungkin karena semalam aku tidak lagi makan apa-apa selain kacang dan keripik kentang. Aku rasakan ada sesuatu di tanganku. Ternyata sebilah pisau ada di tanganku. Karena kaget aku lemparkan pisau itu. Ada bercak darah di tangan, dan beberpa bagian baju yang aku pakai. Aku segera bangkit menahan berat badanku. Kepalaku terasa begitu berat.
Begitu aku mampu duduk aku temukan Kira bersimbah darah tak jauh dari tempatku berbaring tadi. Dalam keadaan cemas aku pastiakn dia masih hidup. aku panggil namanya. Aku guncang tubuhnya, percuma Kira telah tewas. Aku sangat ketakutan. Aku tak ingat benar apa yang terjadi setelah aku pergi ke kamar kecil di bar tadi malam.
Sambil kebingungan aku pergi keluar kamar, di kusen menuju lorong dekat kamar mandi aku temukan tubuh Ebot tergantung dan tubuh Mifi tersungkur di dalam bak mandi. Aku pastikan mereka masih bernyawa, semua nihil. Aku semakin cemas, aku tak tahu pasti apa yang telah terjadi. Demi Tuhan aku tak ingat apa-apa,
Fitur komentar masih dalam pengembangan.